Waroenk OMK

Makan Malam Bersama Yesus

Suatu ketika, Yesus mengumpulkan Romo-Romo se-Asia Tenggara untuk makan malam bersama. Setiap negara mengirim satu Romo untuk hadir.

Makan malam berlangsung khidmat. Hening. Hanya terdengar tipis-tipis suara sendok garpu beradu dengan piring. Sepertinya para Romo merasa canggung. Di tengah keheningan makan malam, Romo asal Filipina memberanikan diri membuka obrolan.

“Tuhan, menurut Engkau, perkembangan iman umat Katolik di negara saya layak diberi nilai berapa?”

Romo Filipina merasa begitu percaya diri pasalnya mayoritas warganya beragama Katolik, belum lagi adanya tradisi Ritus Prapaskah San Pedro Cutud yang sangat terkenal.

Sambil mengelap bumbu BBQ yang lumer di bibir menggunakan tisue, Yesus menjawab, “Lima”

Romo Filipina kaget luar biasa. “Kok bisa ya, padahal di negara saya ini umatnya beragama Katolik, taat pula, tapi cuma dapet nilai  5,” ketusnya dalam hati.

Karena merasa gagal dan malu, dia langsung meninggalkan meja makan, lalu pulang tanpa pamit.

Romo dari Malaysia jadi tidak nafsu makan. Dia tidak bisa membayangkan, Filipina yang mayoritas Katolik saja bisa segitu nilainya, apalagi dirinya. Beberapa saat sebelum Romo Malaysia bertanya, Romo dari Singapura menyambar dengan cepat.

“Tuhan, saya perwakilan dari Singapura. Saya paham, di sana gereja sudah makin sepi. Banyak umat yg lebih milih bekerja atau tamasya bareng keluarga di Hari Minggu ketimbang ke gereja. Tapi izinkan saya tetap bertanya. Menurut Tuhan nilai iman umat di Singapura berapa?”

“Empat,” Yesus menjawab cepat tanpa babibu.

Romo Singapura mendadak ingin memuntahkan tiga tusuk sate telur puyuh, satu tusuk sate usus, dan satu tusuk rempela ayam plus seporsi soto kudus yang telah ia lahap habis. Ia minta izin pulang duluan. Romo Singapura sebetulnya tidak kaget dengan nilai segitu, tapi dia tetap merasa gagal menjadi imam.

Romo Malaysia bahkan tidak pakai bertanya, ia langsung pergi meninggalkan ruangan. Sudah yakin akan mendapat nilai merah. 

Satu per satu Romo perwakilan negara-negara lainnya menyampaikan pertanyaan yang sama, dan tidak ada satu pun yang mendapatkan nilai di atas 5. Mereka berguguran meninggalkan meja makan sambil tertunduk malu, hingga akhirnya tersisa hanya perwakilan Romo dari Indonesia. Tampak ada sisa minyak, ceceran nasi, dan tumpahan kuah di meja sekitar Romo dari Indonesia. Kemproh sekali.

“Malaikat, saya boleh bungkus Sop Buntutnya satu? Tolong jeruk nipisnya dibanyakin ya. Oh, ya, tidak usah pakai nasi. Di Pastoran, nasi berlimpah.”

Setelah memesan untuk Romo pendamping di Parokinya, Romo Indonesia membenahi cara duduk, lalu merogoh saku bajunya, mengambil kretek yang ia minta dari Romo Malaysia. Ia nyalakan korek, kemudian menghisap kretek dengan sangat dalam dan panjang. Lalu dengan satu sentakan tenang, asap dihembuskan ke udara. Sepertinya sangat menikmati sekali pertemuan tersebut.

Sementara Yesus masih makan dengan lahap, kali ini Ia nambah dua-tiga centong nasi putih plus Soto Banjar dengan potongan besar otak sapi. Yesus seperti habis puasa 40 hari. Lapar sekali.

Seketika suasana menjadi sangat sepi. Kemudian Romo dari Indonesia memberanikan diri membuka pembicaraan.

“Tuhan Yesus, saya perwakilan dari Indonesia…”

Baru sebatas perkenalan, belum sempat menjelaskan kondisi terkini umat Katolik di Indonesia dan bertanya nilai yang diberikan, Yesus memotong pembicaraan.

“Oh, kamu dari Indonesia?”

Lalu Yesus menghentikan makan malamnya dan meninggalkan ruangan.

***

 

Tentu kisah di atas hanya karangan belaka. Namun apa jadinya bila ternyata Yesus benar-benar akan meninggalkan ruangan ketika Romo dari Indonesia hendak meminta penilaian terhadap umat Katolik di Indonesia?

Seperti yang disampaikan dalam Injil Yohanes (15:16), “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu”

Sebentar lagi kita akan memasuki Bulan Kitab Suci, dan setiap umat Katolik adalah orang-orang yang diutus untuk mewartakan injil. Mewartakan kabar gembira. Kita semua menjadi Katolik bukan semata-mata pilihan pribadi kita, tetapi karena kita dipilih oleh Allah, dan dengan menjadi Katolik berarti kita juga diutus Allah untuk mewartakan Injil.

Yang jadi pertanyaan kemudian, bagaimana cara kita mewartakan Injil? Sudah siapkan kita mewartakan Injil? Sudah siapkah kita menjadi orang yang diutus (Misionaris) di era milineal yang semuanya terpusat pada digitalitasi?

Zaman berubah, kita tak akan bisa menjadi Yohanes pembaptis yang dulu teriak-teriak dengan lantang di padang gurun. Medannya berbeda. Misinya tetap sama.

Waroenk OMK Eps 4 akan membahasnya secara lengkap bersama Romo Andreas Subekti, seorang Imam yang juga sangat aktif pewartaan di Media Sosial.

Waroenk OMK dapat ditonton di Youtube OMK KAJ 
Info lengkapnya ada di Instgram @komkep_kaj

Waroenk Eps 4: Misionaris Digital di Hutan Belantara Virtual  klik di sini 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *